STATISTIK PENCACAH RADIASI NUKLIR
GEIGER MULER
Abstrak
Percobaan pencacahan radiasi ini dilakukan
dengan menggunakan detektor Geiger-Muller dan bertujuan untuk mengetahui
prinsip kerja dari detektor Geiger- Muller, Detektor merupakan suatu bahan yang
peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan
mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Suatu bahan yang sensitif
terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang
lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi
radiasi neutron.
Detektor radiasi bekerja dengan cara
mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium
penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor
tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.
1.Pendahuluan
1.1 Detektor Geiger Muller (GM)
Pencacah
Geiger, atau disebut juga Pencacah Geiger-Muller adalah sebuah alat pengukur
radiasi ionisasi. Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha
dan beta. Sensornya adalah sebuah tabung Geiger-Müller, sebuah tabung yang
diisi oleh gas yang akan bersifat konduktor ketika partikel atau foton radiasi
menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan
membesarkan sinyal dan menampilkan pada indikatornya yang bisa berupa jarum
penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel.
Pada kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi
gamma, walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi neutron.
Detektor
Geiger-Muller (GM) beroperasi pada tegangan diatas detektor proporsional.
Dengan mempertinggi tegangan akan mengakibatkan proses ionisasi yang terjadi
dalam detektor menjadi jenuh. Pulsa yang dihasilkan tidak lagi bergantung pada
ionisasi mula-mula maupun jenis radiasi. Jadi, radiasi jenis apapun akan
menghasilkan keluaran sama.
Karena tidak
mampu lagi membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap detektor, maka
detektor GM hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya radiasi. Keuntungan
dalam pengoprasian GM ini adalah denyut out put sangat tinggi,
sehingga tidak diperlukan penguat (amplifier) atau cukup digunakan
penguat yang biasa saja.
Gambar 2. Detektor Geiger Muller
Sumber : Laporan Praktikum Fisika lanjut oleh Septia
Kholimatussa’diah
·
Katoda :
yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika tabung
terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis.
·
Anoda :
yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah-tengah tabung. Anoda
sebagai elektroda positif.
·
Isi tabung : yaitu gas bertekanan
rendah, biasanya gas beratom tunggal dicampur gas poliatom (gas yang banyak
digunakan Ar dan He).
Detektor Geiger
Muller (GM) terdiri dari suatu tabung logam atau gelas yang dilapisi logam yang
diisi dengan gas mulia dan gas poliatom atau gas halogen. Pada proses tabung
terdapat kawat logam yang berlku sabagai anoda, sedangkan dinding tabung
berlaku sebagai anoda.
Bila ke dalam
tabung masuk zarah pengion alfa atau beta maka akan terjadi ionisasi dan
eksitasi pada atom-atom gas isian. Banyaknya pasangan ion yang terjadi
sebanding dengan zarah yang datang. Hasil inonisasi ini yang disebut dengan
ion-ion primer. Adanya tegangan tinggi menyebabkan electron tertarik ke anoda
dan dan ion positif tertarik ke katoda. Dalam perjalanan ke anoda electron
mendapatkan tambahan tenaga gerak dari medan listrik. Bila tenganya sudah kuat
elektron-elektron tersebut dapat mengionisasi atom-atom gas isian, sehingga
terjadi ionisasi sekunder. Elektron-elektron inipun akan mampu mengionisasi gas
isian. Dengan demikian jumlah electron yang terkumpul di anoda jauh lebih
banyak dari jumlah elektron yangterjadi pada ionisasi primer. Peristiwa
terjadinya proses ionisasi terus menerus ini disebut Avalanche.
Disamping itu
ionisasi juga terjadi karena atom-atom yang tereksitasi akan memancarkan foton.
Foton tersebut dapat menimbulkan foto elektron lewat fotolistrik. Ion-ion
positif yang timbul akibat adanya ionisasi akan membentuk selubung disekitar
anoda, sehingga sesudah sebagian besar elektron terkumpul di anoda kuat medan
listrik disekitar anoda akan mengalami penurunan. Akibatnya elektron yang masih
bergerak ke anoda tak lagi mampu mengadakan avalanche. Oleh karena
itu, jumlah electron yang terkumpul di anoda mula-mula sedikit lalu naik sampai
maksimal kemudian turun sampai elektron terkumpul, terjadilah satu pulsa setiap
terjadi ionisasi primer. Tinggi pulsa detektor GM tidak tergantung pada
banyaknya ion primer yang terjadi, dengan demikian juga tidak tergantung pada
tenaga zarah yang dating. Akibatnya detektor GM tidak dapat mengukur besarnya
tenaga dan hanya dapat mendeteksi banyaknya radiasi yang datang.
Jika ion-ion
positif sampai di dekat katoda, maka akan menarik electron keluar dari katoda
untuk membentuk atom netral. Dalam penetralan ini ada kelebiahan tenaga yang
dipancarkan sebagai foton. Foton ini yang akan membebaskan elektron sehingga
akan dapat mengakibatkan terjadinya avalanche yang tidak dikehendaki.
Untuk menghindarkan terjadinya avalanche ini, dapat digunakan suatu
rangkaian elektronik (rangkaian Nehr Harper) atau dengan menambahkan kedalam
tabung gas poliatom atau gas halogen yang biasa disebut sebagai gas “quelencing”.
Detektor yang menggunakan gas quelencing dikenal dengan detektor self
quelenching. Sedang yang menggunakan rangkaian elektronik dinamakan
detektor non self quelenching.
1.1.1
Prinsip kerja detektor Geiger muller
Detektor Geiger Muller
meupakan salah satu detektor yang berisi gas. Selain Geiger muller masih ada
detektor lain yang merupakan detektor isian gas yaitu detektor ionisasi dan
detektor proporsional. Ketiga macam detektor tersebut secara garis besar
prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama menggunakan medium gas. Perbedaannya
hanya terletak pada tegangan yang diberikan pada masing-masing detektor
tersebut.
Apabila ke dalam labung masuk zarah radiasi maka
radiasi akan mengionisasi gas isian. Banyaknya pasangan elektron-ion yang
terjadi pada detektor Geiger-Muller tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi
yang datang. Hasil ionisasi ini disebul elektron primer. Karena antara anode
dan katode diberikan beda tegangan maka akan timbul medan listrik di antara
kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak kearah dinding tabung
(katoda) dengan kecepatan yang relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan
elektron-elektron yang bergerak kea rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan
geraknya tergantung pada brsarnya tegangan V. sedangkan besarnya tenaga yang
diperlukan untuk membentuk elektron dan ion tergantung pada macam gas yang
digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu
mengionisasi atom-atom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron-ion
sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat menimbulkan
pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan
yang terus-menerus (avalence).
Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka
peristiwa pelucutan elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron
sekunder yang terbentuk makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta
dilindungi oleh muatan negatif elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan
terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung (katoda) lambat, maka
ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif pada permukaan
dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek muatan ruang atau
space charge effect.
Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah
tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda.
Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah
radiasi. Oleh karena itu efek muata ruang harus dihindari dengan menambah
tegangan V. penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan
pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali. Pelepasan muatan
dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetic akibat
penambahan tegangan V.
Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan
alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa
avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun
energi (tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan
mempunyai tinggi yang sama. Sehingga detektor Geiger muller tidak bisa
digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang datang.
Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi
lagi dari tegangan kerja Geiger muler, maka detektor tersebut akan rusak,
karena sususan molekul gas atau campuran gas tidak pada perbandingan semula
atau terjadi peristiwa pelucutan terus menerusbyang disebut continous discharge.
Pada detektor GM, jika tegangan dioperasikan dari nol
samapi tegangan yang tinggi dan hasil cacahannya digambarkan maka akan ada
bagian yang datar. Daerah ini disebut plateau. Pada daerah plateau, jika ada
perubahan tegangan, hasil cacahan tidak berubah secara signifikan. Tegangan
kerja yang mulai timbulnya cacah disebut starting voltage. Bila
adalah tegangan mulainya plateau,
adalah tegangan batas dari plateau.
Bagian kurva
potensial yang hampir datar jumlah cacahannya disebut “plateau”. Atau daerah
plateau adalah daerah yang mendekati nilai konstan dan pada grafik ditunjukkan
dengan garis mendatar/hampir datar. Tegangan ambang adalah tegangan saat mulai
terjadi nilai cacahan. Tegangan operasi adalah tegangan yang diperlukan untuk
terjadinya pencacahan pada daerah plateau. Tegangan high ketika tejadi ionisasi
tingkat tinggi. Pada potensial yang lebih tinggi akan terjadi penaikkan pulsa
radiasi yang cepat meningkat. Hal ini akibat sudah terjadi efek lucutan, dimana
electron dari katoda dapat langsung sampai ke anoda dalam jumlah yang besar.
Apabila potensial terus dinaikkan, lucutan akan semakin cepat meningkat dan
dapat menyebabkan detektor rusak. Untuk menghindari kerusakan detektor variasi
tegangan untuk percobaan ini dioperasikan tidak melebihi 560 V
1.2 Radiasi
Radiasi
merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya
tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Panca
indera manusia secara langsung tidak dapat digunakan untuk menangkap atau melihat ada tidaknya zarah radiasi, karena
manusia memang tidak mempunyai sensor biologis untuk zarah radiasi. Detektor merupakan suatu alat yang peka terhadap
radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti
mekanisme tertentu
Radiasi yang dikeluarkan oleh atom dalam
bentuk radiasi elektromagnetik, sangat sulit dideteksi oleh tubuh manusia.
Tidak semua radiasi elektromagnetik berdampak baik bagi manusia, radiasi juga
akan berdampak buruk bagi manusia.
Kerusakan yang diakibatkan oleh radiasi biasanya dikatagorikan ke dalam dua
jenis: kerusakan somatik dan kerusakan genetik. Untuk menghindari bahaya
radiasi tersebut, maka perlunya diadakan pembelajaran statistik pancaran radiasi ini. Selain itu,
perlunya pengetahuan dalam mengaplikasikan alat detektor radiasi menjadi hal
yang penting dalam mengetahui kuantitas radiasi.
1.3 Statistik Peluruhan
Radioaktif
Jika kita
mengulangi satu jenis pengamatan secara berulang, maka hasilnya sering
kali tidak sama, tetapi berkisar pada sebuah nilai rata-rata tertentu. Lebarnya
hasil distribusi tersebut ditandai dengan adanya deviasi standar.
Dalam hal peluruhan radioaktif, jumlah partikel yang
dihasilkan dari sebuah sumber tiap satuan waktu rata-rata dapat dijelaskan
dengan sebuah distribusi yang disebut Distribusi Poisson. Distribusi ini cukup
baik untuk sederetan peristiwa yang sungguh-sungguh acak.
Selain
distribusi Poisson, terdapat distribusi lain yaitu Distribusi Gauss. Distribusi
ini sangat baik diterapkan untuk peristiwa yang tidak acak, tetapi hanya
terganggu akibat ketidaktelitian dalam proses pengukuran. Di sini nilai cacah
rata-rata m dan deviasi standar σ merupakan dua besaran lepas satu terhadap
lainnya.
Sebagaimana
diketahui proses pencacahan radiasi suatu peluruhan zat radioaktif bersifat
tidak menetu (random). Untuk proses tersebut keboleh jadiannya akan
mengikuti grafik distribusi poisson. peristiwa ini akan sangat terlihat jelas
apabila digunakan sumber radiasi yang lemah da pencacah yang pendek. Untuk itu
digunakan pencacahan dengan waktu yang singkat misalnya 100 kalidari suatu dari
suatu sumber yang lemah atau cacah latar. Dari hasil yang didapatkan dilakukan
pengelompokkan menjadi m sehingga akan diperoleh N(m) yaitu
banyaknya hasil pencacahan yang menghasilkan cacah sebesar m sebanyak n
persatuan waktu dengan m = 1, 2, 3, …maks.
II.
Analisa Data
Pengolahan
data :
V
|
N
|
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||
300
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
325
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
350
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
375
|
6
|
5
|
5
|
4
|
5
|
4
|
8
|
7
|
5
|
3
|
5,2
|
400
|
9
|
5
|
4
|
3
|
8
|
6
|
5
|
3
|
3
|
6
|
5,2
|
425
|
4
|
7
|
2
|
7
|
4
|
8
|
9
|
2
|
6
|
7
|
5,6
|
450
|
5
|
6
|
7
|
5
|
5
|
3
|
4
|
4
|
4
|
6
|
4,9
|
475
|
3
|
5
|
3
|
8
|
2
|
6
|
8
|
3
|
4
|
7
|
5
|
*data diambil dalam selang waktu 10 sekon
1)
Lebar
daerah plateau
Lebar daerah
plateau adalah
2)
Kemiringan
kurva
|
3)
Persentase
kenaikan laju cacahan
|
4)
Tegangan
ambang
375 V
5)
Tegangan
operasi berdasarkan hitungan daerah plateau
a.
Batas
atas daerah plateau - 1/6 daerah plateau
b.
Batas
bawah daerah plateau - 1/6 daerah plateau
Jadi tegangan operasi batas waktu 10 s adalah 358,3 V
sampai dengan 458,3 V
ü
Probabilitas
Distribusi Poisson
No
|
Cacahan radiasi dalam 10 sekon
(m)
|
Frekuensi
N(m)
|
|
|||
1
|
2
|
3
|
6
|
|||
2
|
3
|
6
|
18
|
|||
3
|
4
|
8
|
32
|
|||
4
|
5
|
7
|
35
|
|||
5
|
6
|
7
|
42
|
|||
6
|
7
|
12
|
84
|
|||
7
|
8
|
3
|
24
|
|||
8
|
9
|
1
|
9
|
|||
9
|
10
|
2
|
20
|
|||
10
|
11
|
1
|
11
|
|||
Jumlah
|
50
|
281
|
||||
|
(Poisson)
|
|||||
|
|
|||||
m
|
N(m)
|
P(m) Poisson
|
m x N(m)
|
m!
|
P(m)
|
2
|
3
|
0,06
|
6
|
2
|
0,06
|
3
|
6
|
0,12
|
18
|
6
|
0,11
|
4
|
8
|
0,16
|
32
|
24
|
0,15
|
5
|
7
|
0,14
|
35
|
120
|
0,17
|
6
|
7
|
0,14
|
42
|
720
|
0,16
|
7
|
12
|
0,24
|
84
|
5040
|
0,13
|
8
|
3
|
0,06
|
24
|
40320
|
0,09
|
9
|
1
|
0,02
|
9
|
362880
|
0,06
|
10
|
2
|
0,04
|
20
|
3628800
|
0,03
|
11
|
1
|
0,02
|
11
|
39916800
|
0,02
|
III. Kesimpulan
Dari
percobaan yang telah kami lakukan, maka dapat disimpulkan :
a)
Tegangan
ambang untuk pengamatan selama 10 detik adalah 375 V dan tegangan highnya adalah 475 V.
b)
Panjang
daerah plateau dimulai dari tegangan 375 V sampai 475 V. Grafik yang
ditunjukkan hampir horizontal artinya nilai cacahannya hampir konstan.
c)
Berdasarkan
grafik peluang P(m) sebagai fungsi hasil cacahan (m) dalam selang waktu 10
detik menunjukkan peluang angka cacahan yang terbesar adalah angka 7 dan yang
paling sedikit adalah angka 9.
d)
Berdasarkan
hasil perhitungan, detektor Geiger Muller yang kami gunakan tergolong baik
karena panjang daerah plateaunya sebesar 100 V dengan kemiringan sebesar 3,8 %.
Daftar Pustaka
Kanginan,
martin.2006.fisika SMA jilid 3.Erlangga:Jakarta
Beiser,
Arthur. 1987. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Krane,
Kenneth. Fisika Modern. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Manglumpun,
Irawaty. 2011. Teknik Pencacah Radiasi Nuklir. Manado : Universitas
Negeri Manado.
http://adipedia.com/2011/03/pencacah-geiger-alat-pengukur-radiasi.html
Tanggal akses : 28 Februari 2013.
Jati,
Bambang Murdaka Eka. 2010. Fisika Dasar. Yogyakarta : Andi
Surakhman dan
Sayono. 2009. “Pembuatan Geiger Mueller
Tipe Jendela Samping dengan Gas Isian Argon-Etanol”. Yogyakarta : Seminar
Nasional V SDM Teknologi Nuklir halaman 405-414, ISSN 1987-0176.
Tim dosen
FMIPA Unsri. 2008. “Modul Praktikum
Eksperimen Fisika II 2008”. Indralaya : Universitas Sriwijaya